Bibliography buku yang saya baca

Judul Buku : Dukungan-dukungan budaya terhadap perkembangan ekonomi studi
kasus pariwisata di desa Ngadisari, kecamatan Sukapura, kabupaten
Probolinggo, propinsi Jawa timur
Penulis : Harry, Waluyo, dkk
Penerbit : Jakarta Proyek P3NB Depdikbud, 1993
Bibliografi : hlm. 81-82

Aspek-aspek yang dibicarakan dalam buku ini ialah
1. Dukungan budaya di bidang kesenian misalnya , terdapat pos-pos keamanan seperti didesa Ngadisari tepat diterminal ngadisari dan pos penjagan perlindungan hutan di Cemorolawong
2. dukungan budaya di bidang kertiban misalnya: tertib dalam pelayanan teknis, terb menunggu giliran, tertib dalam waktu,dll.
3. dukungan budaya di bidang kebersihan misalnya: kebersihan lingkungan, bersih makanan dan minuman.
4. dukungan budaya dibidang kesejukan alam
5. dukungan budaya dalam keramah-tamahan misalnya:keramah-tmahan dalam pelayanan pariwisataan.

Judul buku : Bagi hasil di Hndia-Belanda
Pengarang : A.M.P.A Scheltema
Penerbit : Yayasan obor Indonesia
Bibliografi :Hal: 101-104

Dewasa ini masalah bagi hasil di indonesia kembali menjadi perhatian, setelah antara tahun 1965-1977 masalah tersebut ditinggalkan. Didalam buku ini dibicarakan masalah-masalah yang menarik yaitu:
1. dikenal atau tidaknya istilah bagi hasil,dan apa isinya didaerah tertentu.
2. siapakah yang menyediakan tanah?
3. siapakah yang akan menjadi pengarap?
4. tanah yang bagaimanakah, yang dingunakan untuk bagi hasil?
5. jenis-jenis tanaman apakah yang akan dibudidayakan dalam bagi hasil?
6. apakah persyaratan dalam bagi hasil?

Untuk di setiap daerah pertanyaan-pertanyaan tersebut dijadikan pedoman oleh Scheltema untuk menganalisa data yang dapat dikumpulkannya. Tampaknya mendasari bagi hasil bukan hanya alasan ekonomi semata-mata, tetapi juga alasan sosial misalnya: di Amerika Serikat, khususnya di negara-negara bagian selatan yang lebih mempunyai pilihan di sektor pertanian dari pada industri dan dengan demikian hanya dapat mengandalkan tenaga manusia, pada tahun 1920 masih terdapat bagi hasil.

Bagi hasil disini banyak terjadi antar kaum negro bekas budak yang sama sekali tidak mempunyai harta, dengan pemilik tanah.

Judul buku: Masyarakat petani mata pencaharian sembilan dan kesempatan kerja daerah
Nusa tenggara timur
Penulis : Soh, Andre, dkk
Penerbit : Jakarta : Proyek IPNB Depdikbud 1990
Bibliografi : halm: 104

Materi yang lrgterdapat dalam buku ini adalah:
Pemilikan dan prroduktifitas yaitutanah yang luas dan pemilikan tanah, pro-duktifitas tanah, pendapatan tanah dan teknologi pertanian. Selajutnya mata pencarian sambilan dan kesempatan kerja didaerah nusa tenggara timur antara lain: siklus kegiatan pertanian, pekerjaan smlbilan dan kemungkinan pekerjaan samrbilan lainnya.
Kemungkinan pekerjaan sambialan meliput: tanaman pala wija, paron, urus ternak, buruh, tukang mar-mer, menyadap dan antar hasil bumi lainnya. Fdan juga dijelaskan mengenai harapan dan herisponden dalam pengembangan usaha sambilan, tenaga kerja, dan pendapatan dari hasil sambilan.

RESUME NOVEL

RESUME NOVEL

Oleh: Andre  Vetronius

Judul Buku : TENGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJK
Pengarang : HAMKA
Penerbit : BULAN BINTANG
Tahun terbit : Cetakan ke-28. jumadil awal 1425 / juni 2004

Tenggelamnya kapal van der wijck , melukiskan suatu kisah cinta murni diantara sepasang remaja, yang dilandasi keikhlasan dan kesucian jiwa, yang patut dijadikan tamsil ibarat. Yang perjalanan cintanya diatur oleh peraturan-peraturan adat pusaka yang kokoh dan kuat, dalam suatu negri yang bersuku dan berlembaga, berkaum kerabat, dan berninik mamak hal itu yang dilukiskan didalam novel ini, secara garis besar novel ini menceritakan kehidupan masyarakat yang masih kuat agama dan adatnya dan apalagi dalam hal cinta yang berlandaskan kesucian jiwa yang digambarkan dalam novel ini.dan novel ini becermin dengan kehidupan kalangan muda pada masa sekarang. Novel ini juga mencerminkan :
1.sentimen yang bergelora
2.tekanan suasana,sebab kemerdekaan masih dalam cita-cita dan penjajahan
masih menekan dalam segala lapangan hidup.

Apakah masih ada penerus Tan Malaka pada masa sekarang

Apakah masih ada penerus Tan Malaka pada masa sekarang

oleh: Andre Vetronius

Suasana politik banyak diambil serta tingkah laku yang diparliahatkan oleh mereka yang berkuasa, sering memberi kerumitan dan kontraversial bagi seseorang tokoh yang mempunyai kontraversial secara wajrar,objektif, jujur dan mtidak korupsi, hanya mengutamakan kepentingan umum dari kepentingan pribadi apalagi menyangkut kekuasaan yang sangat bertolak belakang dengan kemanusian. Apalagi seorang tokoh tersebut sangat berpengaruh sekali. Seorang Tan Malaka adalah salah satu tokoh yang legendaris dan mengagumkan, dimana seorang Tan malaka demi mencapai tujuannya dia berani menjadi buronan politik yang selalu di incar dan tan malaka bukan sweorang atau sosok yang sangat menderita sekali mengingat kisah seorang tan malaka pada masa dulu sangat meperihatinkan, dimana beliau sangat tersiksa dan beliau hidup miskin dan tidak mempunyai tempat yang layak digunakan lagi.

Walaupun demikian Tan malaka mempunyai spirit yang sangat tinggi sekali,hal itu ditandai dengan cara berpikir tan malaka yang bersifat yang sangat terkenal dalam kamusnya thesis –antithesisa-synthesis , cara berpikir ini tidak ada lagi dikalangan masyarakat minangkabau, dimana masyarakat minangkabau tidak lagi menggunakan cara berpikir tan malaka tersebut,mungkin hal itu dikarenakan Tan malaka atau seorong tokoh pada saat ini tidak mau menderita seperti yang telah dirasakan oleh Tan malaka.

Oleh karena itu walaupun tan malaka seorang atau salah satu tokoh di Sumatera Barat yang samngat berpengaruh sekali sehingga orang yang amat menghargai kebebasan berfikir seperti tan malaka tak mungkin ada pada jiwa pemimpin kita sekarang ini. Sungguhpun tan malaka secara politik dan ekonomis sangat menentang kaptitalisme dan imprealisme Barat. Namun masih bisa mengambil segi positif dari sana, tapi tidak sama halnya dengan pemimpin kita pada saat sekarang ini dia hanya mementingkan kekuasaanya dan kedudukannya di dalam pemerintahan demi megangkat citra dan kewibawaanya sebagai Pemimpin, dapat kita lihat tan malaka bukan-lah orang atau seorang yang berasal dari keluarga ningrat dan beliau hidup dan bersekolah bukan di biayai dari orang tua melainkan bentuk ”julo-julo ” yang dilakukan oleh masyarakat karena itulah beliau bisa mendapatkan pendidikan dan bisa mengharumkan nama daerahnya, akan tetapi pada saat sekarang yang perlu ditanya” Apakah ada pada saat,pada masa kini seorang atau penerus seorang Tan Malaka ” mungkin jawaban itu sulit di jawab, dari segi manakah pemimpin kita bisa bertindak seperti Tan Malaka, pada saat ini sering pemikiran Tan Malaka tersebut sengaja di hilangkan oleh tokoh atau pemimpin Sumatera Barat pada saat ini mungkin karena seorang tan malaka adalah tokoh yang komunis ataukah karena pudarnya keminagkabauan seorang Tan Malaka, kalau memang demikian adanya mungkin ”bodoh benar ”.

Para pemimpin kita pada saat sekarang ini,mungkin mereka takut menderita,melarat,tidak lagi bisa di pandang orang dan hanya harta kekayaan dan kekuasaanlah yang menjadi pemimpin kita melakukan hal-hal yang sangat berbeda sekali dengan yang dilakukan oleh Tan Malaka. Walaupun demikian kita tidak bisa juga meniru atau mencontoh kepribadian Tan Malaka, akan tetapi ambillah kepribadian Tan Malaka yang positf. Namun pada saat sekarang sangat susah sekali mencari sosok seorang yang bisa mengangkat atau mengharukan serta mengembalikan citra baik Minangkabau kembali.

Akan tetapi para pemimpin kita haya memperlihatkan tindakan yang sangat tidak wajar sekali seperti halnya dengan tindakan yang marak sekali yang dilakukanoleh pemimin kita yaitu ”KKN ( Korupsi,Kolusi dan Nepotisme )” bisa dikatakan para pemimpin kita lapar dan haus akan kekayaan dan kekuasaan sehingga tidak lagi memperhatikan tindakan mereka, Apakah mereka melakukan tindakan yang benar dan apakah pemimpin itu baik serta apakah pemimpin itu orang yang hanya mengumbar janji dan munafik ?? itu kita serahkan saja kepada mereka apakah mereka sudah melaksanakan kewajibanya sebagai seorang pemimpin atau mereka hanyalah seorang ” pembunuh yang berdarah dingin ”.

Maka dari itu kita harus melihat dulu atau melakukan penyeleksian kepada pemimpin kita, agar hal yag berbaaur negatif tersebut tidak terjadi dan tidak ada lagi penyesalan yang kita lontarkan setelah mereka menduduki kursi kekuasaan tersebut. Tapi jadikanlah pengalamat pahit tersebut menjadi manis karena suatu amanat yang diberikan kepada mereka bukan saja sekedar kepercayaan akan tetapi juga kemajuan berbagai aspek sosial.ekonomi.budaya,politik, pertahanan dan pendidikan agar Minangkabau tidak lagi hanya sekedar nama akan tetapi diperhitungkan lagi. Yang jadi pertanyaan pada saat ini apakah ada pemimpin kita yang dulu terlahir kembali pada saat sekarang, Kapankah anak yang hilang itu kembali ke Ranah Minang lagi….???

HAMKA, Berislam yang Estetik

HAMKA, Berislam yang Estetik

Tak salah sebagaian orang menjulukinya “kiai cinta”. Dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki, 11 Maret 1970, Hamka mengakui, “Dasar kepengarangan saya adalah cinta”.

Cinta altruistik, seperti pesan Hayati kepada Zainuddin dalam Tenggelamnya Kapal van der Wijck. “cinta bukan hanya melemahkan hati, membawa putus asa, bukan menimbulkan tangis sesali dan cinta menghidupkan pengharapkan, menguatkan hati dalam perjuangan menempuh enak dan duri penghidupan.”

Cinta adalah kepribadiannya. Terbentuk oleh pengalaman masa kecil dan hambatan budaya yang diseberangi, yang menantangnya untuk menafsirkan kembali tradisi.

Hamka bukan hanya saksi, tapi juga pelaku sejarah. Baginya, menulis adalah upaya menancapkan posisinya. Mirip kredo Milan Kundela, “For me being a novelist was more than just working in one ‘literary genre’ rather than another ; it was an outlook, a wisdom, a position ; a position that would rule out identification with any politics, any religion, any ideology, any moral doctrine, any grou.”.

Penderitaan dan perbenturan merindukan cinta, memberikan sentisivitas. Betapa luas dan jauh pengembaraan, Hamka tidak pernah lupa menariknya kembali keposisi awal. Dibesarkan dalam jaringan keislaman yang kuat, apapun bentuk pengucapan Hamka selalu didenyuti nilai dan posisi keislaman.

Dalam pandangan  M.Yunan Nasution mitranya  di Pedoman Masjarakat (1936-1941). “Sebagai seorang putra yang dilahirkan dan dibesarkan di tepi Danau Maninjau dengan air yang biru, ditambah penderitaan yang di alami di zaman kanak-kanak yang lebih banyak digenangi air mata perasaan, telah membentuk jiwa Hamka mempunyai perasaan halus dan peka terhadap masalah-masalah sosial kemasyarakatan.”

 

Bangga sekaligus berjarak

            Hamka cekil bangga sekaligus berjarak pada ayahnya. Bangga, karena ayahnya ulama terkenal, suhu “kaum muda” Islam di Sumatera Barat, Dr H Abdul Karim Amrullah. Berarak, bukan karena kesibukan ayahnya sebagai pendakwah pengelana dalam tradisi Martilineal Minangkabau. Kecendrungan dakwahnya yang “keras” tak kenal kompromi merembes ke cara mendidik anaknya.

            Dalam Falsafah Hidup, Hamka bertutur, “Tetapi entah bagaimana, dari sepuluh tahun, telah tampak jiwa saya melawan beliau…. jiwa beliau adalah jiwa diktator…. kalau sekiranya cara beliau  mendidik itu sajalah, maulah saya terbuang, menjadi anak yang tidak berguna. Saya tidak mau pulang kerumah, saya tidak mau mengaji, saya bosan mendengar kitab Figh yang diajarkan Thawalib.”

            Kerenggangan hubungan anak-ayah ini bukan hanya ingatan pedih dalam Biografi pribadi, tetapi juga riak dari gelombang ketegangan dalam biografi kolektif. Sejak awal abad ke-19, alam Minangkabau diterjang tsunami konflik nilai, yang pusat gempanya terletak di Timur Tengah.

Menghadapi krisis Dunia Islam, sejak abad ke-17 para pembaru dalam jaringan ulama Internasional mengajukan pertanyaan sentral : mengapa masyarakat Islam begitu terpuruk? Mereka tak mau mengalamatkan keterbelakangan ini pada kelemahan inheren Islam karena percaya bahwa Islam relevan untuk segala zaman. Ditudingkan, biangnya adalah pengamalan Islam yang menyimpang dari ajaran yang asli. Lebih parah lagi, Islam distortif penuh bidah dan takhayul itu dinistifikasi secara taqlid, tidak memungkinkan pembaruan.

Solusinya dimensi ganda:pemurnian Islam dalam berpulang kepada Al Quran dan Hadis; serta penjebolan dinding taqlik lewat ijtihad, agar Islam relevan dengan dinamika perkembangan.

Penekanan pada pemurnian berjuluk reformisme Islam. Pendukung utamanya ulama yang belum melek pengetahuan moderen sehingga cendrung reaktif terhadap pengaruh Barat. Penekanan terhadap ijtihad berjuluk modrenisme Islam. Pendukung utamanya adalah ulama angkatan baru, yang lebih melek pengetehuan modern, sehingga bersedia melakukan apropriasi terhadap pengaruh Barat.

Sepanjang abad ke-19, reformisme Islam merupakan wacana dan ideologi dominan di Mekah dan Madinah. Sebagai jantung dunia Islam, perkembangan ini mengancam posisi adat dan terekat yang menjamur di Sumatera Barat sejak abad ke-18 menyusul kemunduran Pagaruyung sebagai pusat teladan.

Serangan pertama terhadap adat terekat datang bersama kepulangan tiga Ulama pada 1802. terpengaruh faham Wahabbiyya, penetrasi ajaranya mengobarkan pertikaian, berujung Perang Paderi. Serangan kedua menyusul kepulangan ayah Hamka dari Mekkah (1901 dan 1906), yang mengibarkan bndera “kaum muda”, berhadapan dengan “kaum tua”, bahkan ayahnya sendiri, Syekh Amrullah, pemimpin Tarekat Naqsanbadiyah.

Hamka kecil menyaksikan arkeologi pengetahuan yang terbelah. Eak-eak ortodoksi Islam tarekat masih tersisa, di hadapan gempuran ortodoksi Islam. Keterbatasan ayahnya dalam jaringan komunitas epistemik dan pengetahuan modern membuatnya lebih menekankan dimensi pemurnian ketimbang pembaharuan.

Bentrokan antara dunia kakek dengan ayah mendorong Hamka untuk melampauinya. Keberarkan dengan ayah disertai etos perantauan Minangkabau mendorong Hamka mengembara mencari jati diri. berbekal kemampuan baca-tulis (Arab dan Latin) dari pendidikan dasar, pada 1924 ia merantau ke Jawa ; lantas ketempat-tempat lain hingga menetap di Jakarta.

Pengembaraan meluaskan minat dan horizon pengetahuanya. “saya tidak dapat melupakan perkenalan saya dengan almarhum HOS Tjokroaminoto yang mulai menunjukkan pandangan islamnya dari segi ilmu pengetahuan Barat saat beliau mengajarkan ’Islam dan socialisme’ saat saya datang ke Yogyakarta tahun 1924“. Di kota ini ia mereguk pengetahuan Sosiologi dari Soejopranoto, filsafat dan sejarah (Islam) dari K H Mas Mansur, tafsir dari Ki Bagus Hadikusumo.

Di Pekalongan, ia menemukan guru panutan dalam pendalaman studi al-Qur’an, AR Sutan Mansur. Di Bandung ia bertemu A Hassan dan M Natsir, yang memberinya kesempatan belaar menulis dalam majalah Pembela Islam.

Keterlibatan dalam jaringan mengendurrkan atavismenya. Perluasan pengetahuan menguatkan jiwa kosmopolitan. Etos puritan dalam keluwesan pergaulan dan kelapangan jiwa mengantarnya menjadi pribadi berkrakter yang produktif dengan tetap toleren dan estetik.

 

 

 

 

Latar belakang kedatangan jepang ke Indonesia.


Bulan Oktober 1941, Jenderal Hideki Tojo menggantikan Konoe sebagai Perdana Menteri Jepang. Sebenarnya, sampai akhir tahun 1940, pimpinan militer Jepang tidak menghendaki melawan beberapa negara sekaligus, namun sejak pertengahan tahun 1941 mereka melihat, bahwa Amerika Serikat, Inggris dan Belanda harus dihadapi sekaligus, apabila mereka ingin menguasai sumber daya alam di Asia Tenggara. Apalagi setelah Amerika melancarkan embargo minyak bumi, yang sangat mereka butuhkan, baik untuk industri di Jepang, maupun untuk keperluan perang.

Terjadinya perang pasifik sangat berpengaruh besar terhadap gerakan kemerdekaan negara-negara di Asia Timur, termasuk Indonesia. Tujuan Jepang menyerang dan menduduki Hndia-Belanda adalah untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya. Jawa dirancang sebagai pusat penyediaan bagi seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera sebagai sumber minyak utama.

Penjajahan Jepang di Indonesia

* 8 Maret 1942 Jepang mendarat di Kalimantan untuk menguasai sumber minyak mentah
* Tanggal 9 Maret 1942, Belanda menyerah pada Jepang. Penyerahan di Kalijati, Subang, Jabar.
*Pihak Belanda:Letjen Ter Porten
*Pihak Jepang Letjen Hitoshi Imamura
*Saat dikuasai Jepang Indonesia dibagi dua :
 
               1) P. Jawa dan Sumatra di bawah komando angkatan darat, berpusat di Jakarta 
               2) Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku di bawah Komando Angkatan Laut yang berpusat di Ujung Pandang 
*Propaganda Jepang:
 
1) Gerakan 3A: 
               Jepang pemimpin asia 
               Jepang pelindung asia 
               Jepang cahaya asia 
2) Jepang adalah saudara tua Indonesia 
3) Jepang membentuk Putera 
4) Jepang bertujuan untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan 
 
*Indonesia dimasukkan dalam kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya, 
 dibawah kepemimpinan Jepang.

Romusha

Romusha (“buruh”, “pekerja”) adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 hingga 1945. Kebanyakan romusha adalah petani, dan sejak Oktober 1943 pihak Jepang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja di berbagai tempat di Indonesia serta Asia Tenggara. Jumlah orang-orang yang menjadi romusha tidak diketahui pasti – perkiraan yang ada bervariasi dari 4 hingga 10 juta.

Kamikaze

Bangsa Jepang, setelah kekalahan mereka di Pertempuran Pulau Midway pada Tahun 1942,mereka mempunyai momentum Untuk memulai Perang Pasifik (dikenal secara resmi sebagai Perang luar biasa Asia Timur di Jepang). Selama Tahun 1943-1944, angkatan perang Sekutu, didukung Oleh sektor industri yang maju dan sumber penghasilan yang cukup Kaya Mulai mengintai gerak gerik pasukan jepang. Pesawat pesawat tempur Jepang banyak yang kalah kelas dengan pesawat -pesawat tempur AS, terutama F4U Corsair dan P-51 Mustang.Karena kekalahan di pertempuran dan banyaknya pilot – pilot yang mati, jepang pun jadi kekurangan pilot – pilot trampil untuk dijadikan pilot kamikaze.

Jepang mulai menggunakan taktik Kamikaze waktu itu karena merasa sudah tidak mampu lagi menerobos barisan armada tempur Amerika Serikat, dimana Angkatan Laut Jepang sendiri hampir habis dan Angkatan Daratnya kewalahan. Ide penggunaan pasukan khusus ini dicetuskan oleh Vice Admiral Kimpei Teraoka yang merupakan kepala staf komandan angkatan laut di Filipina yang mengeluh jika taktik biasa tidak mungkin dilakukan, mereka (Pasukan Jepang) haruslah menjadi manusia super. Ide ini kemudian direalisasikan oleh Vice Admiral Takejiro Onishi yang menggantikan Teraoka pada Oktober 1944 yang kemudian dikenal sebagai Bapak Kamikaze